Demo Sopir Truk di Surabaya Berakhir Damai Usai Capai Kesepakatan Sementara
Kabar Surabaya – Aksi unjuk rasa sopir truk yang tergabung dalam Gerakan Sopir Jawa Timur (GSJT) di depan Kantor Gubernur Jawa Timur akhirnya berakhir damai. Massa mulai membubarkan diri dari lokasi aksi di Jalan Pahlawan, Surabaya, pada Jumat (20/6/2025) dini hari setelah berlangsung selama berjam-jam.
Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Jatim, Kombes Pol Iwan Saktiadi, menyampaikan bahwa pembubaran aksi berlangsung tertib dan aman berkat hasil mediasi antara peserta aksi dan pihak kepolisian.
“Kami membantu mediasi dan pengawalan agar para peserta aksi dapat kembali ke lokasi masing-masing dengan tertib,” ujar Kombes Iwan kepada Radio Suara Surabaya, Jumat dini hari.
Aksi yang Sempat Memanas
Demo ini berlangsung sejak Kamis (19/6/2025) sore. Sekitar pukul 15.45 WIB, massa mulai memadati Jalan Pahlawan, tepat di depan Kantor Gubernur Jawa Timur. Mereka bertahan hingga malam hari dengan semangat orasi dan sorotan media. Bahkan, sebagian peserta aksi sempat mengancam akan bermalam di lokasi jika belum ada kepastian dari pemerintah.
Ketua GSJT, Angga Firdiansyah, menyatakan bahwa keputusan menginap diambil karena belum ada kejelasan dari pihak Pemprov Jatim mengenai tuntutan mereka.
“Iya, (pasti menginap) karena belum ada keputusan,” tegas Angga saat ditemui di lokasi aksi.
Enam Tuntutan Kunci GSJT
Dalam aksi serentak yang digelar tidak hanya di Surabaya tetapi juga di berbagai wilayah Jawa Timur, para sopir truk menyuarakan enam tuntutan utama:
-
/div>
Kesetaraan perlakuan hukum di lapangan
Tuntutan penghentian penindakan ODOL menjadi sorotan utama. Mereka menilai kebijakan pemerintah selama ini tidak berpihak pada realita di lapangan. Sopir terpaksa membawa muatan berlebih demi bisa menutupi ongkos jalan yang tinggi, karena belum ada regulasi tarif yang layak untuk logistik.
“Harusnya pemerintah membuat regulasi dulu. Teman-teman ingin muatan ringan, tapi tarifnya layak. Karena sekarang, kalau mereka tolak muatan ODOL, ya mereka enggak akan dapat muatan,” jelas Angga.
Tarif Angkutan Tak Diatur, Sopir Terdesak
Menurut GSJT, tidak adanya tarif dasar angkutan menyebabkan posisi sopir makin terjepit. Mereka hanya bisa mengandalkan kesepakatan lisan dengan pemilik barang tanpa perlindungan hukum maupun standar yang jelas.
“Tidak ada regulasi khusus yang mengatur tarif tersebut. Teman-teman itu mengangkut karena kebutuhan industri dan pasar. Kalau menolak ODOL, artinya kehilangan pekerjaan,” tambahnya.
GSJT mengungkapkan bahwa perjuangan ini bukan hal baru. Mereka telah mengajukan tuntutan tersebut sejak 2022, namun hingga kini belum mendapatkan respons konkret dari pemerintah. Mereka berharap, tahun 2025 menjadi titik balik atas nasib ribuan sopir logistik di Jawa Timur.
Aksi Berlangsung Aman dan Damai
Meski sempat berlangsung panas dengan orasi keras dan pemblokiran jalan utama, aksi unjuk rasa tersebut tetap terkendali. Aparat kepolisian terus berjaga di sekitar lokasi untuk mengantisipasi potensi gesekan.
Pantauan di lapangan menunjukkan para sopir tetap tertib. Mereka menggelar aksi dengan menyuarakan aspirasi melalui pengeras suara, membentangkan spanduk tuntutan, dan bahkan sempat berjoget diiringi musik sebagai bentuk solidaritas dan kekompakan.
Kesimpulan
Aksi GSJT menunjukkan bahwa persoalan ODOL dan ketidakjelasan regulasi logistik masih menjadi masalah serius yang membutuhkan perhatian segera dari pemerintah pusat maupun daerah. Meski aksi telah berakhir damai, suara para sopir truk menandakan bahwa kesejahteraan mereka sangat bergantung pada kebijakan yang adil dan berpihak.
Kini, harapan besar tertuju pada Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kementerian Perhubungan untuk membuka ruang dialog dan merumuskan solusi yang bisa mengakomodasi kepentingan para sopir, pengusaha logistik, dan keamanan jalan raya secara seimbang.
No comments:
Post a Comment