Fenomena Bendera One Piece: Antara Kreativitas, Sindiran, dan Etika Nasionalisme
Kabar Surabaya - Menjelang perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 2025, muncul tren unik sekaligus memicu perdebatan di sejumlah wilayah.Sejumlah warga terlihat mengibarkan bendera bajak laut dari anime One Piece—berlatar hitam dengan gambar tengkorak bertopi jerami—bersanding dengan Sang Saka Merah Putih di depan rumah mereka.
Fenomena ini menyita perhatian publik setelah akun Instagram @zonagrobogan membagikan video yang menunjukkan beberapa rumah warga dengan dua bendera berkibar: Merah Putih dan simbol kelompok Straw Hat Pirates dari semesta One Piece. Video tersebut dibubuhi keterangan singkat, “Trend apa lagi ini?”, yang langsung mengundang gelombang komentar dari warganet.
Respons publik di media sosial pun beragam. Sebagian warganet menanggapi dengan humor, menyebut bendera bajak laut itu sebagai bentuk “perlawanan” ala anime terhadap ketidakadilan. Bahkan ada yang menyindir sistem pemerintahan fiksi lain seperti di anime Naruto, “Simbol perlawanan kepada pemerintah Konoha,” tulis seorang pengguna.
Namun, tidak sedikit pula yang melihat fenomena ini sebagai ajakan serius. “Yok viralkan dan lakukan serentak!” tulis satu akun dengan nada provokatif, seolah mengusulkan gerakan simbolik nasional dengan ikon budaya pop.
Tak ketinggalan, penggemar berat anime turut melontarkan guyonan khas: “Yang bisa lawan Konoha cuma kru Mugiwara,” mengaitkan dua semesta anime populer yang kerap jadi bahan perbincangan generasi muda.
/div>
Munculnya bendera anime di ruang publik, terutama berdampingan dengan Merah Putih, tak pelak mengundang pertanyaan serius: sejauh mana kebebasan berekspresi dapat diterima ketika bersinggungan dengan simbol negara?
Merujuk pada UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, pengibaran bendera Merah Putih harus dilakukan dengan penuh hormat. Dilarang keras menempatkannya sejajar atau di bawah bendera lain, kecuali dalam konteks hubungan antarnegara sahabat.
Dalam konteks ini, bendera One Piece memang bukan simbol kenegaraan. Namun, penempatannya yang berdampingan atau bahkan sejajar dengan Merah Putih bisa menimbulkan interpretasi negatif—terutama jika dianggap menyepelekan makna bendera nasional.
Ajakan untuk Edukasi, Bukan Represi
Meski belum ada tindakan dari aparat keamanan atau pemerintah daerah terkait fenomena ini, beberapa pihak menyerukan pendekatan persuasif. Alih-alih represif, edukasi dianggap lebih tepat untuk menjelaskan batas antara ekspresi dan penghormatan terhadap simbol negara.
“Daripada langsung ditindak, lebih baik diajak ngobrol. Bisa jadi mereka hanya ingin menyampaikan pesan, bukan menghina,” tulis seorang pengguna.
Simbolisme Baru di Era Digital?
Fenomena ini menggambarkan bagaimana budaya populer—terutama dari anime dan hiburan digital—semakin melekat dalam kehidupan masyarakat, bahkan hingga momen-momen sakral seperti perayaan kemerdekaan.
Bagi sebagian orang, mengibarkan bendera Straw Hat mungkin hanyalah bentuk fandom atau kreativitas menjelang 17 Agustus. Namun, ketika simbol itu diletakkan sejajar dengan lambang negara, muncul pertanyaan penting: apakah semua bentuk ekspresi sah dalam ruang publik, atau ada batas yang tak boleh dilanggar?
Mungkin benar bahwa mencintai negeri tak harus ditunjukkan dengan cara yang sama. Namun, menjaga martabat bendera bangsa tetap jadi kewajiban bersama.
Karena Merah Putih bukan sekadar kain. Ia adalah simbol perjuangan, pengorbanan, dan identitas yang tak bisa disandingkan sembarangan.
No comments:
Post a Comment