Kesaksian Mencekam Para Penyintas KMP Tunu Pratama Jaya, Kapal Dihantam Ombak Langsung Black Out
Gilimanuk, 3 Juli 2025 – Laut malam di Selat Bali yang biasanya tenang berubah menjadi medan perjuangan hidup dan mati. Di antara gelombang yang menggulung dan langit yang nyaris tak berbintang, jeritan dan kecemasan menyatu dalam detik-detik kritis ketika KMP Tunu Pratama Jaya terbalik, hanya beberapa menit setelah mulai oleng.
Bejo Santoso, satu dari puluhan penyintas, masih mengingat jelas bagaimana dirinya berhasil melompat dari kapal sesaat sebelum tubuh baja itu terguling sepenuhnya.
“Sekitar tiga menit setelah kapal mulai miring, langsung terbalik. Saya hanya punya waktu sebentar untuk melompat,” ujarnya dengan suara bergetar, dikutip dari kantor berita Antara.
Bejo, warga Cluring, Banyuwangi, sempat meraih jaket pelampung yang tercecer keluar dari dek kapal. Ia melompat ke laut, bergabung dengan puluhan penumpang lainnya yang juga berupaya menyelamatkan diri dalam kegelapan.
Selama hampir enam jam, Bejo terombang-ambing di laut. Gelombang membawa tubuhnya semakin jauh, namun ia tetap bertahan—ditemani bukan hanya rasa takut, tapi juga tubuh tak bernyawa seorang penumpang lain yang ia ikat ke ban pelampung agar tidak hanyut.
“Aku tidak tahu siapa dia. Tapi aku tidak bisa membiarkannya menghilang begitu saja,” katanya lirih.
Detik-Detik Maut: “Tiga Kali Oleng, Lalu Air Masuk”
Kesaksian memilukan lainnya datang dari Imron, warga Banyuwangi. Ia menyaksikan langsung momen-momen saat kapal mulai kehilangan keseimbangan.
/div>
Imron berhasil keluar dari ruang penumpang bukan karena lari, melainkan karena dorongan air laut yang membawanya ke atas. Dalam kondisi nyaris tenggelam, ia menemukan jaket pelampung yang mengambang entah dari mana. Jaket itu menjadi penyelamat hidupnya.
Ia akhirnya diselamatkan oleh seorang nelayan dari Dusun Pabuahan, Desa Banyubiru. Begitu pula dengan Saiful Munir, yang hanyut hingga ke perairan Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya.
“Saya tidak tahu dari mana jaket pelampung itu. Tapi saat saya lihat, saya langsung pakai,” katanya, masih dalam kondisi menggigil.
Sekoci, Berenang, dan Nelayan yang Jadi Malaikat
Menurut Kepala Kantor SAR Kelas A Surabaya, Nanang Sigit, para korban selamat saat ini telah dievakuasi ke Pelabuhan ASDP Gilimanuk, Bali. Sebagian besar mengalami kelelahan dan dehidrasi, namun secara umum dalam kondisi stabil.
“Mereka selamat karena berpegang pada sekoci, berenang ke pantai, atau diselamatkan oleh nelayan,” jelasnya.
Sementara korban meninggal dunia dibawa ke RSUD Jembrana untuk proses identifikasi lebih lanjut.
Nanang menyampaikan bahwa sebagian besar korban ditemukan mengambang di sekitar Perairan Gilimanuk. Hanya satu korban meninggal yang ditemukan dalam jarak lebih jauh dari yang lain.
“Titik temuan semua korban—baik yang selamat maupun yang meninggal—berada di perairan yang sama,” ujarnya.
Malam Gelap yang Tak Akan Dilupakan
Bagi para penyintas, malam itu bukan hanya tentang keberuntungan, tetapi juga tentang kehilangan, trauma, dan rasa syukur yang dibalut kesedihan. Mereka yang selamat membawa kisah yang tak akan pernah terlupa—kisah tentang bagaimana hitungan menit menentukan hidup dan mati.
Dan laut, saksi bisu dari tragedi ini, masih menyimpan rahasia: tentang siapa yang belum ditemukan, dan bagaimana semuanya bisa terjadi begitu cepat.
No comments:
Post a Comment