Menguak Fakta Sejarah Hari Pahlawan yang Membuat Arek-Arek Suroboyo Harus Menyingkir Dari Kotanya Sendiri
Kabar Surabaya - Tanggal 10 November adalah hari yang sangat sakral dan bersejarah bagi Arek-Arek Suroboyo. Tanggal 10 November ini memang dikenal sebagai Hari Pahlawan, dimana saat itu ribuan masyarakat, khususnya Arek-Arek Suroboyo banyak yang gugur akibat pertempuran melawan Sekutu yang ingin kembali menjajah Indonesia. Padahal saat itu Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya.
Peristiwa 10 November ini diawali dari kekalahan Jepang oleh Sekutu dalam Perang Dunia Kedua pada tanggal 14 Agustus 1945. Setelah Jepang kalah, maka semua negara jajahan Jepang, termasuk Indonesia akan jatuh ke tangan Sekutu. Namun, sebelum kedatangan tentara Sekutu, Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya terlebih dahulu pada tanggal 17 Agustus 1945.
Jadi saat tentara Sekutu datang pada tanggal 15 September 1945,
sebenarnya Indonesia sudah merdeka. Namun Kemerdekaan Indonesia ini
tidak diakui oleh tentara Sekutu, mereka beranggapan Indonesia harus
tetap menerapkan Status Quo saat ternyadi penyerahan kalah Jepang
terhadap Sekutu. Kedatangan tentara Sekutu yang juga diboncengi oleh
Netherlands Indies Civil Administration (NICA) ini membuat
rakya tIndonesua marah. Hal ini dikarenakan NICA adalah perwakilan
pemerintah Belanda yang membuat Indonesia menjadi negara jajahan
kembali.
Kemenangan Sekutu atas Jepang ini rupanya membuat Belanda merasa diatas angin. Mereka bahkan secara terang-terangan mengibarkan bendera Belanda (merah-putih-biru) diatas Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit) pada tanggal 19 September 1945. Hal inilah yang kemudian membuat Arek-Arek Suroboyo marah, mereka lalu memanjat atap gedung Hotel Yamato untuk merobek warna biru dari bendera tersebut hingga menjadi warna Merah Putih saja. Nama Kusno Wibowo adalah pelaku dari perobekan benderak tersebut
Sayangnya, kemenangan yang sudah didepan mata ini harus tertunda, karena kedatangan dari Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Bung Hatta yang meminta kepada Arek-Arek Suroboyo supaya melakukan gencatan senjata. Meskipun sedikit kecewa, namua Arek-Arek Suroboyo menuruti permintaan gancatan senjata dari Presiden Pertama Repiblik Indonesia tersebut.
Pertempuran yang terjadi pada 31 Oktober di kawasan jembatan merah inilah yang akhirnya memicu kemarahan dari tentara Inggirs. Hal uu dikarenakan salah satu jendralnya, yaitu Brigadir Mallaby (Aubertin Walter Sothern Mallaby) tewas dalam pertempuran tersebut. Tewasnya Jendral besar ini tentu saja membuat Inggris juga marah besar.
Kemarahan Inggris ini, diungkapkan dengan memberikan ultimatum kepada seluruh Arek-Arek Suroboyo pada tanggal 9 November untuk menyerahkan senjatanya dan menyerahkan orang yang menewaskan Jendral Mallaby. Tidak itu saja, sebelumnya Inggris juga mendatangkan Divisi V Malaya dan satuan armada milik Laksamana Peterson yang terdiri satu kapal penjelajah dan tiga kapal perusak.
Selain itu Inggris juga mengirim satu brigade Divisi ke-26 India ke Jawa. Sedangkan pada 1 tanggal November 1945 Inggris juga telah mendaratkan 1500 pasukan dari kapal HMS Cavalier dan HMS Carron. Selang dua hari kemudian, pasukan Panglima Divisi Infanteri Inggris India Kelima juga mendarat bersama 24 ribu prajurit. Mereka diperkuat oleh panser, tank dan meriam. Jika pasukan tersebut ditambah dengan sisa-sisa pasukan Mallaby, maka kekuatan Inggris sudah mencapai sekitar 30 ribu prajurit.
Ultimatum dari Inggris ini kemudian dijawab oleh Gubernur Soerjo melalui siaran radio pada pukul 23.00 malam. Intinya, Kota Surabaya menolak ultimatum Inggris Surabaya akan melawan sampai dengan titik darah penghabisan. Pidato ini kemudian disambung oleh pidato Bung Tomo yang sangat berapi-api untuk membuat Arek-Arek Suroboyo membara dan bersemangat untuk melakukan pertempuran.
Pertempuran 10 November ini benar-benar bertujuan untuk meluluh-lantakkan Kota Surabaya dari segala sisi, baik dari darat, laut dan udara. Pada hari itu, Arek-Arek Suroboyo yang bersenjatakan senjata bekas ayang apa adanya, harus melawan strategi perang modern dengan altoleri yang canggih. Gempuran rudal dan bom dari kapal laut dan pesawat udara serta tank tidak pernah berhenti sedikitpun.
Pertempuran 10 November 1945 ini sampai membuat Presiden Soekarno berpidato dalam bahasa Inggris dan meminta Presiden AS Harry S Truman untuk menghentikan serang kepada Kota Surabaya. Presiden Soekarno juga melakukan protes kepada PBB atas tindakan dari Ingris ini. Namun, dunia tidak bereaksi apapun terhadap pidato Bung Karno ini.
Meskipun bersenjata lengkap dan luar biasa canggih, namun Tentara Inggris membutuhkan waktu sekitar 18 hari hingga pada tanggal 28 November 1945 untuk membuat Arek-Arek Suroboyo keluar dari kotanya sendiri. Pertempuran besar terakhir terjadi dikawasan Gunungsari yang merupakan pertahanan terakhir bagi para pejuang. (yyan)
No comments:
Post a Comment