Apa yang Terjadi dengan Dispendukcapil Hingga Ibu 51 Tahun Ini Terpaksa Pergi ke Kemendagri Untuk Mengurus Akta Kematian Anaknya..?
Kabar Surabaya - Saat ini hampir semua pelayanan di Kota Surabaya sudah dilakukan tanpa tatap muka. Pelayanan yang dulu sifatnya manual sekarang sudah beralih ke dalam sistim online. Hal ini memang mutlak untuk diterapkan, mengingat dengan kemajuan teknologi, semua pelayanan yang berhubungan langsung dengan masyarakat bisa dilakukan dengan lebih mudah dan simple. Setiap orang sudah tidak perlu lagi untuk bepergian ke kantor pelayanan pemerintah yang ada di Kelurahan, Kecamatan maupun di Dinas terkait.
Namun, ada kalanya sistim online ini juga mengalami kendala, meskipun sangat jarang terjadi. Jika ada kendala, maka petugas yang ada dilapangan harusnya bisa tanggap dan cekatan sehingga masyarakat tidak akan dirugikan. Baik dirugikan secara waktu maupun secara biaya. Bagaimanapun, namanya pegawai pemerintah, haruslah memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Jangan sampai ada warga yang dirugikan akibat pelayanan yang kurang maksimal ini.
Hal ini seperti yang dialami oleh Yaidah, warga Surabaya Barat yang baru saja mengalami musibah karena anak keduanya baru saja meninggal dunia. Putra keduanya ini meninggal dunia pada bulan Juli 2020 lalu dan kebetulan memiliki tabungan asuransi yang bisa dicairkan. Namun oleh pihak asuransi, dirinya hanya diberikan waktu selama 60 hari saja. Apabila terlewati, maka tabungan asuransi tersebut akan hangus.
Karena wanita berusia 51 tahun ini tinggal di Perumahan Lembah Harapan, Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, maka dirinya bergegas pergi ke Kelurahan Lidah Wetan untuk mengurus Akta Kematian putranya. Sayangnya pada awal Agustus lalu, Kantor Kelurahan sedang di lockdown akibat serangan COVID-19. Oleh karena itu, berkas yang dia bawa akhirnya dititipkan kepada petugas agar bisa diproses lebih lanjut.
Setelah satu bulan lamanya, Yaidah kembali ke kantor Kelurahan untuk menanyakan Akta Kematian anaknya tersebut. Sayangnya meskipun sudah sebulan, Akta Kematian anaknya masih belum jadi. Petugas mengaku kesulitan untuk memprosesnya secara online. Sudah dicoba berkali-kali namun datanya tidak bisa masuk.
Karena sudah mendekati batas dari waktu yang ditentukan oleh pihak asuransi, maka Yaidah berinisiatif untuk mengambil berkas dari Kelurahan dan berangkat sendiri ke Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil Kota Surabaya) yang berada di Gedung Siola.
Pada tanggal 21 September dirinya mulai datang ke Siola dengan harapan bisa segera mengurus Akta Kematian anaknya. Sayangnya setelah tiba di Siola, dirinya malah di suruh balik lagi ke Kelurahan, karena Dispenduk hanya menerima kepengurusan surat via online. Setelah menjelaskan duduk persoalannya, Yaida langsung dipersilahkan untuk naik ke lantai 3.
Setelah naik ke lantai 3, lagi-lagi Yaidah mendapatkan penolakan. Dirinya disuruh ke kembali ke lantai 1. Disini Yaidah sedikit berdebat dengan petugas yang berjaga di lobby, hingga akhirnya datang petugas bernama ANS yang menerima berkasnya dan membawanya masuk kedalam ruangan. Tidak beberapa lama kemudian petugas ANS keluar kembali dan menerangkan bahwa tidak keluarnya Akta Kematian ini dikarenakan ada tanda petik di nama anaknya (Septian Mu'aziz)
Untuk kepengurusan ini, maka Dispendukcapil akan melakukan konsultasi dulu kepada Kementrian Dalam Negeri. Mendengar penuturan ANS, Yaida lantas menanyakan kapan Akta Kematian anaknya bisa selesai.
Sayangnya pertanyaan Yaida ini ditanggapi secara kurang ramah oleh ANS,
Mendengar jawaban dari ANS yang kurang ramah ini, Yaida seketika merasa emosi, meskipun rasa itu bisa ditahannya. Meskipun begitu, Yaida mencoba untuk tetap berpikir positif dan menganggap apa yang dikatakan oleh ANS ini adalah petunjuk bagi dirinya.
Keesokan harinya, Yaida lantas membulatkan tekad untuk pergi menuju ke Kemendagri sebagai harapan terakhir guna mengurus tabungan asuransi milik anaknya. Karena tabungan tersebut sangat dibutuhkan untuk biaya selamatan kematian putra keduanya tersebut.
Pada pagi hari tanggal 22 September 2020, Yaida langsung berupaya untuk mencari Surat Keterangan Sehat yang nantinya akan menjadi bekal perjalanannya untuk menuju Ibukota. Setelah itu dirinya langsung memesan tiket kereta api dan mendapatkan jadwal untuk berangkat pada pukul 21.00wib. Sebenarnya dirinya cukup gamang untuk pergi ke Kota Jakarta, mengingat di sana masih diberlakukan PSBB. Apalagi dirinya juga sudah berusia 50tahun lebih.
Singkat cerita, pada tanggal 23 September 2020 pukul 08.30wib pagi, dirinya tiba di Stasiun Pasar Senen Jakarta. Dirinya lantas memesan ojek untuk pergi ke Kantor Kemendagri. Namun sesampainya disana ternyata kantor pusat tersebut tidak mengurusi Akta Kematian. Oleh petugas Kemendagri dirinya arahkan Kantor Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang berada di Jakarta Selatan.
Setelah ditunggu beberapa saat, Akta Kematian tersebut langsung dikirim oleh petugas Dispendukcapil Surabaya melalui telpon genggam petugas di Jakarta. Lantas Yaida langsung mencetak Akta Kematian tersebut dan dana tabungan asuransi anaknya bisa segera keluar untuk biaya selamatan.
Agus Imam Sonhaji, selaku Kepala Dispendukcapil Kota Surabaya ketika dikonfirmasi memaparkan bahwa kesalahan nama tersebut harusnya bisa langsung dibenahi dengan aplikasi yang ada. Dirinya juga berjanji akan melakukan kroscek kepada anak buahnya mengenai kasus Yaida ini. (yyan)
No comments:
Post a Comment