Potensi Pendapatan Hingga 1 Triliyun Lebih, Es Teh, Bakal Dikenakan Cukai
Kabar Surabaya - Beberapa waktu yang lalu pemerintah sudah menerbitkan sebuah wacana mengenai penerimaan negara atau pajak melalui produk minuman. Melalui wacana tersebut, nantinya bakal ada produk minuman yang akan dikenakan cukai dalam tiap kemasannya. Kategori minuman yang akan dikenakan cukai ini adalah minuman beralkohol, minuman berkarbonasi (bersida) dan minuman berpemanis.
Pengenaan cukai untuk Produk Minuman Dalam Kemasan (PMDK) ini sebenarnya sudah lama agak terlupakan. Namun masyarakat kembali mengingatnya setelah kedai minuman yang bernama Es Teh Indonesia mengenakan somasi kepada customer yang memberikan review yang dianggap menjelekkan salah satu menu produk minumannya.
Saat itu seorang customer Es Teh Indonesia melakukan kritik terhadap produk yang bernama Chizu Red Valvet. Dalam kritikan yang diunggahnya melalui media sosial twiter, customer tersebut meenuliskan bahwa produk tersebut berisikan 3kg gula yang dicampur pewarna, sehingga bisa menyebabkan diabetes. Kemudian, pihak Es Teh Indonesia memberikan respon secara serius. Cuitan tersebut dianggap menjelekkan perusahaan dan komposisi yang dicuitkan juga dianggap tidak benar.
Merespons hal tersebut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengungkapkan, pemerintah memang sedang menggodok rencana untuk mengenakan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). meski demikian, masih belum dapat dipastikan apakah kebijakan ini akan diimplementasikan di tahun 2023 mendatang
Saat itu, Sri Mulyani mengusulkan tarif cukai untuk teh kemasan sebesar Rp 1.500 per liter. Data Kemenkeu merekam jumlah produksi teh kemasan, telah mencapai 2.191 juta liter per tahun sehingga potensi penerimaannya pajaknya sebesar Rp 2,7 triliun. Sedangkan untuk minuman karbonasi sebesar Rp 2.500 per liter. Dengan jumlah produksinya yang mencapai 747 liter per tahun, maka potensinya potensi Rp 1,7 triliun.
Sementara untuk minuman Energy drink serta kopi dan lainnya sebesar Rp 2.500 per liter. Produksinya saat ini bisa mencapai 808 juta liter per tahun sehingga total potensi penerimaan pajaknya mencapai Rp 1,85 triliun. Kalau hitungan tersebut dijumlahkan, totalnya mencapai Rp 6,25 triliun.
Namun sampai saat ini pemerintah masih mempertimbangkan banyak faktor untuk mengimplementasikan kebijakan pengenaan cukai tersebut. Seperti faktor kondisi pemulihan ekonomi, kondisi ekokondisi ekonomi global dan nasional, kemudian dari sisi industri, inflasi, hingga isu kesehatan. (yyan)
No comments:
Post a Comment