Cakupan Imunisasi Di Indonesia Masih Rendah
Secara garis besar, pencapaian cakupan imunisasi bayi dan anak di
Indonesia tidak menggembirakan. Hal ini terkuak dalam acara Media Conference yang bertajuk "Cegahlah Penyakit Dengan Imunisasi". Acara ini di selenggarakan oleh kelompok Studi Imunisasi Surabaya pada tanggal 1 Agustus 2019 di Hotel Harris Gubeng Surabaya.
Acara yang berlangsung santai ini menghadirkan 4 orang narasumber, yaitu : Prof. Dr. dr. Ismoedijanto, DTM&H., SpA(K), Ikatan Dokter Anak
Indonesia Cabang Jawa Timur, Dr. dr. Gatot Soegiarto, SpPD-KAI, FINASIM,
Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, Bapak Gito Hartono, SKM,
Mkes, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, dan Dr. dr. Dominicus Husada,
SpA(K), Ikatan Dokter Anak Indonesia dan Kelompok Studi Imunisasi
Surabaya
Acara ini di buka dengan data yang sangat miris, yaitu selalu menurunnya angka balita yang mendapatkan imunisasi. Padahal, sejatinya angka cakupan yang tinggi ( 90% atau
lebih ) akan melindungi individu yang bersangkutan serta kelompok
masyarakat lain yang tidak diimunisasi. Indonesia berusaha terus menerus
meningkatkan angka cakupan sekalipun banyak rintangan menghadang.
Kerja sama semua pihak, termasuk dengan masyarakat yang
merupakan konsumen utama imunisasi, adalah keharusan. Indonesia masih
akan melewati jalan yang cukup panjang untuk dapat mengejar prestasi
imunisasi negara maju.
Rencana strategis pemerintah bidang kesehatan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 hingga 2024 berfokus pada upaya preventif untuk mengendalikan kasus penyakit yang banyak terjadi di Indonesia.
Salah satu upaya preventif untuk mengendalikan kasus penyakit adalah melalui imunisasi. Imunisasi merupakan salah satu bentuk pencegahan penyakit yang efektif, mudah, serta murah untuk menghindari terjangkitnya penyakit infeksi, mulai dari anak, orang dewasa hingga orangtua.
Salah satu jenis penyakit yangbaru-baru ini menyerang di Provinsi jawa Timur adalah Hepatitis A. Berikut sekilas mengenai apa itu penyakit Hepatitis A :
Salah satu jenis penyakit yangbaru-baru ini menyerang di Provinsi jawa Timur adalah Hepatitis A. Berikut sekilas mengenai apa itu penyakit Hepatitis A :
Hepatitis A banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kualitas yang mendalam dari Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan seperti, higiene perorangan dan higiene penjamah makanan yang rendah, lingkungan yang kumuh, kebersihan tempat‐tempat umum (rumah makan, restoran) yang kurang serta perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat1.
Infeksi hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A, dan merupakan penyakit endemis di beberapa negara berkembang. Penularannya melalui sumber penularan umumnya terjadi karena pencemaran air minum, makanan yang tidak dimasak, makanan yang tercemar, sanitasi yang buruk, dan rendah.
Beberapa kejadian luar biasa (KLB) hepatitis A dilaporkan terjadi di berbagai wilayah Indonesia, misalnya di Bogor (Jawa Barat) pada tahun 1998; Jember dan Bondowoso (Jawa timur) pada tahun 2006; Tangerang pada tahun 2007, Yogyakarta pada tahun 2008 dan Ngawi (Jawa timur) pada tahun 2009. Pada September 2018 KLB Hepatitis A di DIY dilaporkan terjadi pada 50 orang dan Januari 2019 pada 30 orang.
Hepatitis A juga telah menyerang masyarakat Pacitan, Jawa Timur, bahkan Bupati Indartato telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 25 Juni 2019. Kementerian Kesehatan RI menduga KLB hepatitis A itu disebabkan karena air bersih yang tercemar. KLB Hepatitis A di Kabupaten Pacitan tersebar di 9 Puskesmas, yakni Sudimoro, Sukorejo, Ngadirojo, Wonokarto, Tulakan, Bubakan, Tegalombo, Arjosari, dan Ketrowonojoyo. Total kasus 957 orang dan tidak ada kematian. Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur per Senin 1 Juli menyebutkan warga yang terinfeksi virus ini mencapai 975 orang.
Infeksi hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A, dan merupakan penyakit endemis di beberapa negara berkembang. Penularannya melalui sumber penularan umumnya terjadi karena pencemaran air minum, makanan yang tidak dimasak, makanan yang tercemar, sanitasi yang buruk, dan rendah.
Beberapa kejadian luar biasa (KLB) hepatitis A dilaporkan terjadi di berbagai wilayah Indonesia, misalnya di Bogor (Jawa Barat) pada tahun 1998; Jember dan Bondowoso (Jawa timur) pada tahun 2006; Tangerang pada tahun 2007, Yogyakarta pada tahun 2008 dan Ngawi (Jawa timur) pada tahun 2009. Pada September 2018 KLB Hepatitis A di DIY dilaporkan terjadi pada 50 orang dan Januari 2019 pada 30 orang.
Hepatitis A juga telah menyerang masyarakat Pacitan, Jawa Timur, bahkan Bupati Indartato telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) pada 25 Juni 2019. Kementerian Kesehatan RI menduga KLB hepatitis A itu disebabkan karena air bersih yang tercemar. KLB Hepatitis A di Kabupaten Pacitan tersebar di 9 Puskesmas, yakni Sudimoro, Sukorejo, Ngadirojo, Wonokarto, Tulakan, Bubakan, Tegalombo, Arjosari, dan Ketrowonojoyo. Total kasus 957 orang dan tidak ada kematian. Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur per Senin 1 Juli menyebutkan warga yang terinfeksi virus ini mencapai 975 orang.
Bagaimanakan cara melakukan pencegahan terhadap Hepatitis A ?
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan dan dengan pengobatan yang baik berarti melaksanakan pencegahan yang baik pula. Kedua ungkapan ini berlaku juga untuk hepatitis A, dimana kegiatan pencegahan lebih efisien dan tanpa risiko yang membahayakan.
Pencegahannya melalui kebersihan lingkungan, terutama terhadap makanan dan minuman , melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan dengan vaksinasi. Vaksinasi penting dilakukan untuk memberikan perlindungan diri dan mencegah penyebaran.
Pencegahan lebih baik daripada pengobatan dan dengan pengobatan yang baik berarti melaksanakan pencegahan yang baik pula. Kedua ungkapan ini berlaku juga untuk hepatitis A, dimana kegiatan pencegahan lebih efisien dan tanpa risiko yang membahayakan.
Pencegahannya melalui kebersihan lingkungan, terutama terhadap makanan dan minuman , melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan dengan vaksinasi. Vaksinasi penting dilakukan untuk memberikan perlindungan diri dan mencegah penyebaran.
Vaksin hepatitis A dua dosis dengan jarak 6‐12 bulan dapat memberikan perlindungan jangka panjang.
Dari kejadian KLB Hepatitis A ini, di harapkan masyarakat Indonesia bisa sadar, bahwa Imunisasi adalah hal penting dan mutlak untuk di lakukan.
Imunisasi bayi dan Anak Di Indonesia.
Imunisasi adalah upaya pengebalan tubuh yang dapat diperoleh secara aktif maupun pasif. Imunisasi aktif dilakukan dengan memberi vaksin pada individu. Upaya ini telah terbukti efektif dan aman di seluruh dunia. Sebenarnya ada 2 upaya kesehatan masyarakat yang paling berhasil, efisien, dan efektif yaitu imunisasi dan penyediaan air bersih.
Di Indonesia bayi dan balita seyogianya menerima 5 vaksin yang ditujukan untuk mencegah 9 penyakit menular berbahaya. Vaksin ini disediakan di sarana kesehatan pemerintah dan swasta. Pelayanan di sarana pemerintah dapat diperoleh cuma‐Cuma dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Hak Anak Untuk memperoleh Perlindungan
Imunisasi adalah salah satu hak anak. Hak anak tidak lebih rendah tingkatnya dibandingkan hak orang dewasa. Mencabut hak ini dengan tidak memberikan imunisasi sebaiknya dihindari.
Penyakit yang Dapat Di Cegah Dengan Imunisasi
Kesembilan penyakit yang diprioritaskan di Indonesia adalah Hepatitis B, Tuberkulosis, Polio, Difteri, Tetanus, Pertusis, Hemofilus influenzae tipe b, Campak, dan Rubela. Semua pihak terus berupaya menambah jumlah penyakit yang bisa diimunisasi namun berbagai kendala dan keterbatasan harus diperhitungkan. Di seluruh dunia hanya ada 40 penyakit yang memiliki vaksin sebagai upaya pencegahan. Ini terjadi karena membuat vaksin adalah pekerjaan besar dan sulit. Vaksin yang lolos pasti telah melewati berbagai tahap yang tidak ringan.
Lima Vaksin Yang Wajib Di Berikan Kepada Bayi
Lima vaksin untuk kesembilan penyakit yang diberikan saat bayi di Indonesia adalah BCG, Polio tetes dan injeksi, Pentabio (yang berisi DPT‐Hepatitis B‐HiB), dan MR (campak rubela). Umur bayi saat vaksin diberikan bervariasi sesuai jenis vaksin. Umur minimal ini perlu dipatuhi, demikian pula dengan jarak antar vaksin.
Imunisasi Yang Dapat di peroleh Lewat Jalur Swasta (Non pemerintah)
Di Indonesia masih ada beberapa vaksin lain yang tidak diberikan secara masal oleh pemerintah. Vaksin tersebut dapat diperoleh di jalur swasta. Beberapa penyakit yang mempunyai vaksin namun tidak disediakan di sarana pemerintah antara lain adalah: Infeksi Rotavirus, infeksi karena Streptococcus pneumoniae, Influenza, Hepatitis A, Cacar air, Demam tifoid, Mumps/Gondong, Japanese encephalitis, kanker leher rahim, dan Demam Berdarah. Semua vaksin telah lolos saringan super ketat, melewati tahap yang begitu panjang, dan dibuktikan menyelamatkan banyak nyawa di seluruh dunia. Sekalipun variasi biaya relative tidak sangat ringan, dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan ketika seseorang sakit, tetap saja biaya imunisasi jauh lebih rendah.
BEBERAPA KEJADIAN LUAR BIASA DAN TINGGINYA PENYAKIT
- Jawa Timur menghadapi KLB difteri sejak 2011 dan hingga hari ini belum dapat dituntaskan.
- Indonesia dalah peringkat dua dunia dalam hal jumlah penderita difteri
- Setiap tahun masih ditemukan kasus tetanus pada bayi baru lahir
- Pertusis mengalami kenaikan bermakna sejak beberapa tahun terakhir di seluruh dunia, termasuk di Jawa Timur.
- Indonesia adalah peringkat dua dunia dalam hal jumlah penderita TBC
- Angka penderita hepatitis B di Indonesia sangat tinggi
- Sekalipun telah dinyatakan bebas polio sejak 2014 ada beberapa ancaman yang perlu senantiasa diwaspadai. Ancaman terkini adalah KLB polio di negara tetangga, Papua Nugini, yang dikhawatirkan akan merembet ke Papua dan Papua Barat
- Cakupan imunisasi MR Luar Jawa di tahun 2018 sangat rendah dan KLB campak masih banyak ditemukan, terutama di luar Jawa itu. (Yanuar Yudha)
No comments:
Post a Comment