Ternyata Ini Alasan Kapolri Keluarkan Surat Telegram Bahwa Media Tidak Boleh Beritakan Kekerasan Aparat (Di CABUT) - Kabar Surabaya

Terbaru

Wednesday, April 7, 2021

Ternyata Ini Alasan Kapolri Keluarkan Surat Telegram Bahwa Media Tidak Boleh Beritakan Kekerasan Aparat (Di CABUT)

Ternyata Ini Alasan Kapolri Keluarkan Surat Telegram Bahwa Media Tidak Boleh Beritakan Kekerasan Aparat (Di CABUT)


Kabar Surabaya - Sebagaimana ramai dibicarakan diberbagai media, bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mengeluarkan Surat Telegram (ST) dengan nomor: ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021. Tidak main-main ST ini ditujukan kepada seluruh Kapolda dan Kabid Humas dengan tembusan kepada Kapolri, Wakil Kapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, dan Kapolda.

 

Surat Telegram ini mengacu kepada Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 yang mengatur tentang Keterbukaan Informasi Publik, Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2017 mengenai Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Mabes Polri, serta Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia Nomor: 01/P/KPI/03/2012 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran.

 

Ada 11 point tang diatur dalam Surat Telegam ini, yang salah satu poinnya adalah media tidak lagi diperbolehkan untuk menyiarkan/memberitakan kegiatan Kepolisian yang menampilkan arogansi atau kekerasan. Tindakan yang diperbolehkan untuk disiarkan adalah tindakan Kepolisian yang Tegas namun tetap Humanis. 

 

Berikut 11 point dari isi Surat Telegram yang ditandtangani oleh Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono tersebut. 

  1. Media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Kemudian diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis
  2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana
  3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian
  4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan
  5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual
  6. Menyamarkan gambar wajah dan indentitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya
  7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur
  8. Tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku
  9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detil dan berulang-ulang
  10. Dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten
  11. Tidak menampilkan gambaran secara eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak  

 

Namun setelah tersebar lus dimedia, Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Ahmad Ramadhan menjelaskan kalau aturan tersebut hanya ditujukan bagi media internal Polri saja. Jadi bukan untuk media umum.

 

Meskipun telah dijelaskan demikian, namun Surat Telegram Kapolri ini tetap menjadi polemik dimasyarakat. Bahkan Ketua Komnas HAM , Choirul Anam menjelaskan,bahwa Kapolri tidak bisa mengatur media. Surat Telegram ini juga dirasakan akan mengancam kebebasan Pers.

 

Hingga akhirnya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan keputusn untuk mencabut Surat Telegam tersebut. Perihal pencabutan itu termuat dalam Surat Telegram dengan Nomor ST/759/IV/HUM.3.4.5./2021, Selasa, (6/4), yang ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono.   

 

Lantas apa alasan Kapolri mengeluarkan Surat Telegram tersebut..? Menurutnya Surat Telegram ini ditujukan kepada para anggota Polri yang ada dilapangan. Agar mereka tetap bersikap humanis meskipun harus tetap tegas kepada masyarakat. Bukan malah melakukan pelarangan kepada media.

 

“Jadi dalam kesempatan ini saya ingin luruskan, anggotanya yang saya minta untuk memperbaiki diri, agar tidak tampil arogan, namun bisa memperbaiki diri sehingga tampil tegas, namun tetap harus terlihat humanis, bukan malah melarang media untuk tidak boleh merekam/ambil gambar anggota yang arogan atau melakukan pelanggaran,” kata Kapolri.  



Lanjutnya, mungkin, dipenjabaran STR tersebut, anggota telah salah menuliskan, sehingga kemudian menimbulkan beda penafsiran. Di mana STR yang dibuat tersebut salah, sehingga malah media yang dilarang untuk merekam anggota yang berbuat arogan di lapangan. (yyan)


No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad