Inilah Sebab Mengapa Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan - Kabar Surabaya

Terbaru

Tuesday, March 10, 2020

Inilah Sebab Mengapa Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan

Inilah Sebab Mengapa Kenaikan Iuran BPJS Dibatalkan

Kabar Surabaya - Kesehatan warga negara masih menjadi tugas dan kewajiban para penyelenggara negara untuk menangungnya. Oleh karena itu, pemerintah pada jaman era Presiden Susili Bambang Yudhoyono telah memiliki sistim jaminan kesehatan yang bernama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).


Sayangnya, kondisi keuangan dari BPJS Kesehatan sendiri juga masih idak sehat. Setiap tahunnya lembaga penjamin kesehatanmasyarakat ini selalu mengalami defisit yang cukup besar. Bahkan saat ini, defisitnya telah mencapai angka 15.5 Triliun. Padahal, pada akhir tahun lalu pemerintah telah menyuntikkan dana sebesar 13.5 Triliun agar BPJS bisa berjalan.

Karena dirasa masih kurang, maka pemerintah dan BPJS sepakat untuk menaikkan iuran anggota BPJS sebesar 100% pada awal tahun 2020 lalu. Pada awalnya, iuran untuk Kelas 3 adalah Rp25.500 per jiwa, Kelas 2 adalah Rp51.000 per jiwa, dan  Kelas 1 adalah Rp80.000 per jiwa. Setelah mengalami kenaikan 100% makan iuran tersebut menjadi Rp42 ribu bagi peserta Kelas III, Rp110 ribu bagi peserta Kelas II, dan untuk peserta kelas I menjadi Rp160ribu.


Kenaikan inilah yang akhirnya menjadi polemik dan perdebatan sendiri di masyarakat. Sejatinya, DPR juga menolak keras kenaikan ini, terutama bagi kelas tiga yang dianggap sebagai masyarakat kurang mampu. namun kenyatannya keberatan ini tidak diterima dan kenaikan tetap terus berjalan.

menanggapi hal tersebut, akhirnya masyarakat mulai bergerak. Salah satunya adalah Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPDCI). Komunitas ini melakukan uji meteril terhadap Peraturan Presiden nomor 75 tahun 2019.Tentang Sistim jaminan Kesehatan. Uji Materil ini didaftarkan melalui Mahkamah Agung (MA).



Setelah mempelajari gugatan uji Materil ini, akhirnya MA memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan dari KPDCI. Salah satu permohonan yang dikabulkan oleh MA adalah kenaikan iuran peserta BPJS yang mencapai 100%. Keputusan MA ini dibacakan pada hari Senin lalu (09/03/2020).

Dasar dari keputusan MA ini adalah pasal 34 Peraturan Presiden nomor 75 tahun 2019 ini ternyata bertentangan dengan undang-undang yang ada diatasnya. Seperti UUD 45 dan UU nomor 40 tahun 2004 tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional. bahkan menurut MA, pasal 3 ini tidak mempunyai aturanyang mengikat. 


Menanggapi keputusan MA yang telah final ini, Kementrian Keuangan mengaku masih akan meng-kaji dan me-review lebih dalam lagi. 'kalau dari segi keuangan tentu akan sangat banyak pengaruhnya, nanti kami akan lihat bagaimana BPJS kesehatan akan bisa sustai setelah putusan ini dikeluarkan," terang Meneteri keuangan RI, Sri Mulyani.Indrawati.

Menurut Sri Mulyani, kanaikan iuran peserta ini sangatlah membantu bagi operasional BPJS sendiri. mengingat hingga saat ini kondisi keuangannya masih terjadi defisit, meskipun pemerintah telah menyuntikkan dana yang ciukup besar.


"Nantinya akan kita kaji lagi lebih dalam, bagaimana kondisi keuangan BPJS tanpa adanya kenaikan iuran ini," beber Sri Mulyani.  

Iqbal Anas Ma'ruf selaku Kepala Humas BPJS Kesehatan mengatakan pihaknya masih belum menerima asalinan mengenai hasil dari Judicial Review ini dari MA. Setelah menerima hasinya, BPJS akan mengkajinya dan segera melakukan koordinasi dengan kementrian terkait.

"Apapun hasilnya, pihak kami (BPJS Kesehatan) akan patuk terhadap keputusan resmi dari pemerintah," terang Iqbal.


Pengacara KPDCI, Rusdianto Matulawa mengatakan, sebenarnya angka kenaikan 100% pada iuran BPJS Kesehatan ini membuat banyak masyarakat heran. 

"Angka 100% itu dari mana...?, Lha wong kenaikan pendapatan masyarakat saja setiap tahunnya tidak mencapai 10$," terang Rusdianto.

Menurut Rusdianto keputusan kenaikan iuran BPJS ini sangat tidak manusiawi. Sebab, kalaupun dilihat dari tingkat inflasi yang hanya 5%, namun kenaikannya bisa mencaoai 100%.


Setelah keputusan MA ini dikeluarkan maka pemerintah dan BPJS berkewajiban untuk mengambalikan dana masyarakat yang telah membayar iuran mulai bulan Januari hingga Maret 2020. Hal ini diungkapkan anggota DPR RI Komisi IX Dewi Aryani.

"Kemenkeu, Kemenkes serta BPJS Kesehatan harus segera menyiapkan langkah-langkah teknis untuk mengembalikan dana masyarakat yang sudah disetorkan sejak Bulan januari lalu," Terang Dewi Aryani. (Yanuar Yudha)  

No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad